Sabtu, 15 Desember 2012

Tugas presentasi Psikolog Anak



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyakarat, bangsa, dan Negara. Pendidikan sebagai wadah untuk dapat memperbaiki martabat bangsa dan kehidupan bangsa, dengan artian pendidikan mempunyai arti peranan yang sangat penting dalam perbaikan negara dan kemajuan suatu bangsa.
Kemajuan suatu bangsa dan mutu dari suatu pendidikan sangat ditentukan oleh sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pada pendidikannya. Salah satu permasalah pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang satuan pendidikan, khususnya pendidikan anak usia 1-5 tahun. Usaha peningkatan mutu pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak dalah pendidikan terutama bagi guru SD, yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan dasar. Guru SD adalah orang yang paling berperan dala menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing dalam perkembangan zaman.
Peningkatan mutu pendidikan berkaitan dengan bagaimana ilmu pendidikan itu dapat dikembangkan sesuai tuntutan pembangunan dan masyarakat. Filsafat sebagai salah satu cabang ilmu yang merupakan pengembangan dari filsafat umum berfungsi untuk menjawab permasalahan-permasalahan pendidikan mempunyai peranan penting pula dalam memajukan suatu bangsa. Karena dengan adanya filsafat pendidikan permasalahan-permasalahan pendidikan akan terpecahkan, sehingga secara nyata akan mengembangkan ilmu pendidikan sesuai dengan permasalahan yang timbul dan tuntutan pembangunan. Oleh karena itu, penulis akan menjabarkan tentang “MASA KANAK-KANAK 1-5 TAHUN (Periode Esteis)”, sebagai rujukan tenaga pendidikan untuk memecahkan masalah pendidikan.

B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa masalah yaitu: “Apa pentingnya pengenalan tentang psikologi anak pada usia 1-5 tahun ?”

C.      Tujuan
1.      Untuk memberikan pengetahuan tentang pengenalan psikologi anak pada usia 1-5 tahun.
2.      Untuk mengetahui pertumbuhan anak pada usia 1-5 tahun.
3.      Sebagai jalan untuk mendidik anak dimasa depan.
4.      Untuk menguatakn kemampuan berfikir anak.

















BAB II
PEMBAHASAN
“MASA KANAK-KANAK 1-5 TAHUN”
(PERIODE ESTETIS)

A.    Naluri dan Pengenalan
Anak dilahirkan di dunia dalam konidisi serba kurang lengkap sebab semua naluri, fungsi jasmaniah, serta rohaniahnya belum berkembang dengan sempurna. Oleh karena itulah anak manusia mempunyai kemungkinan panjang untuk bebas berkembang yaitu untuk “Survive” mempertahankan hidup, dan untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan.
Dilihat dari sisi lain manusia sangat sempurna dibandingkan dengan mahluk lainya, akan tetapi manusia dilahirkan dengan belum sempurna. Berbeda dengan seperti halnya Hewan, dia dilahirkan sudah sempurna sejak lahirnya dan dia berkembang dengan nalurinya sehingga kemampuannya tidak bertambah banyak hanya mengunakan naluri yang sudah ada.
Sebaliknya  anak manusia tidak diikat dengan naluri tetap, tetapi anak manusia biasa mengembangkan sampai batas maksimum. Sehingga proses perkembangan anak masa mudanya lebih lama dan memerlukan usaha belajar yang lebih banyak dan juga semua ini memerlukan bantuan dari orang dewasa.
Pada tahun pertama anak cepat mengenal lingkungan tempat tinggalnya. Pengertian dan pengenalan banyak dipengaruhi oleh aktifitas/ usaha orang dewasa namun dia masih dibatasi oleh rasa belum sadar. Sehingga ia melihat lingkungan dengan pandangan Primitif sederhana. Pengamatan ini disebut COMPLEX-QUALITA, artinya: pengamatannya merupakan suatu totalitas, sebab anak belum bisa membedakan bagian-bagian detailnya.
Sarjana William Stern, menyatakan kemampuan penalaran bayi dan anak-anak itu sebagai berikut:
1.      URRAUM ( Ruang lingkup asal)
Mula-mula anak bayi hidup dalam milieu yang sangat sempit, yaitu dibatasi oleh kebesaran sosok badan sendiri
2.      NAHRAUM (Ruang Lingkup)
Sesudah beberapa minggu usianya, ruang-lingkup ini mulus sampai lingkungan yang dekat.
3.      FERNRAUM (Ruang lingkup jauh)
Dan sudah beberapa bulan kemudian, ruang lingkup tersebut lebih melebar luas sampai lingkungan yang jauh.

Di sisi lain ada orang yang menyebutkan periode 1-5 tahun ini sebagai Tahun-Kurtural pertama penuh kebodohan (domme verreljaar). Dan masa kanak-kanak tersebut dibatasi atau diakhiri dengan masa menentang pertama atau TROTZALTER pertama.
Beberapa ciri khas masa kanak-kanak yang dapat disebutkan, berdasarkan pendirian ilmu jiwa moderen:
a.   Bersifat egosentris-naif
b.   Mempunyai relasi sosial dengan benda-benda dan manusia yang sifatnya sederhana dan primitif.
c.   Ada kesatuan jasmani dan rokhani yang hampir-hampir tidak terpisahkan sebagai satu totalitas.
d.   Sikap hidup yang fisiognomis

B.     Sifat Egosentris Naif
Egosentris atau paham mementingkan diri sendiri adalah sifat yang buruk dan dimiliki seseorang karena atribut tersebut dikehendaki dan disadari benar, karena selalu mengutamakan kepentingan diri sendiri.
Egosentrisme yaitu sebaliknya berlangsung secara tidak sadar dan merupakan sikap batin yang dimiliki seseorang sebagai pembawaan. Anak yang belum mampu memahami arti sebenarnya dari suatu peristriwa dan belum mampu pula menempatkan diri ke dalam kehidupan batiniah orang lain. Secara tidak sadar dia menganggap dirinya sebagai pusat dari dunia ini.
Dengan demikian egosentris pada umunya terdapat pada anak kecil. Sebab secara naif dia sangat terikat pada dirinya sendiri sebagai akibat dari awal perkembangan kehidupan jiwaninya.
Sikap egosentris yang naif ini bersifat temporer atau sementara, senantiasa dialami oleh setiap anak dalam proses perkembanganya. Dan setiap anak dibawah umur 3 tahun hampir selalu bersikap egosentis naif.

C.    Relasi Sosial yang Primitif
Sebagai akibat dan sifat egosentris naif, realisasi sosial dengan lingkungan masih sangat longgar. Disebabkan karena anak belm sadar menghayati kedudukan diri sendiri dalam lingkunganya. Sehingga dunia sekitar itu belum tampil sebagai kesatuan obyektif tersendiri. Karenanya, ikatan sosialnya masih bersifat simpel dan primitif
Ringkasnya, kehidupan individual dan kehidupan sosial masih belum terpisahkan oleh anak. Anak hanya bisa meminati benda-benda dan peristiwa sesuai dengan dunia-fantasi dan dunia keinginanya atau membangun dunianya sesuai dengan khayalan dan keinginannya.

D.    Kesatuan Susunan Rohani yang Hampir Tak Terpisahkan
Fase kehidupan pertama, dunia lahiriah dan dunia batiniah anak masih belum terpisahkan, artinya anak belum dapat memahami perbedaanya. Oleh karena itu penghayatan anak dikeluarkan/di-ekpresikan secara bebas, sepontan, dan jujur dalm memiliki gerak, tingkah laku, dan bahasanya.
Sebaliknya, pada orang dewasa sukar dikenal kepribadian sebenarnya dengan melihat bentuk lahirnya. Tingakah laku orang dewasa itu tidak sepontan, sering tersembunyi, semua pura-pura, diperhitungkan, dipikir lebih dahulu,lebih halus (refined) dan lebih bergaya.


Kesatuan bulat dari kehidupan lahir dan batin dari anak yaitu:
-     Seorang anak biasanya akan menangis bukan saja dengan mata dan suara akan tetapi juga dengan anggota badan dan seluruh tubuhnya.
-     Sebaliknya, apabila dia bergembira-ria, kehidupan batinnya ditampilkan pada gerakan tangan, kaki, mata, suara, yang seluruh refleksi kecerahan hatinya.
Dengan bertambahnya umur anak akan menjadi sadar antara kehidupan lahir dan batinnya. Dan anak mulai belajar mengendalikan dan mengontrol ledakan-ledakan kehidupan jiwanya.

E.     Anak Bersikap Fisiognomis Terhadap Dunia Sekitarnya
Anak Fisiognomis artinya: anak secara langsung memberikan atribut/sifat lahiriah atau materiil (sifat kongrit, nyata seperti sifatnya benda-benda). Peristiwa tersebut disebabkan oleh pemahaman anak secara totaliter tentang kesatuan jasmani dan rokhani dikarenakan perkembangan jiwa yang awal. Seperti halnya segala sesuatu di sekitarnya dianggap sebagai berjiwa seperti dirinya sendiri. Seperti halnya anak sering bercakap-cakap sendiri, bertutur kata dengan bonekanya, mainan dan lain-lain benda dan juga orang adalah seindah perasaan hati sendiri. Periode ini disebut sebagai Periode Estetis.

F.     Masa Kritis dan Trotzalter Pertama
Perkembangan bayi anak-anak yang masih muda sangat bergantung pada pemeliharaan bantuan orang dewasa, terutama ibunya yang mutlak. Anak yang berumur 2-4 tahun ingin melepaskan diri dari pengaruh kewibawaan ibunya. Setelah itu anak mulai mengenal AKU atau Egonya, dan sadar akan tenaga dan kemampuan sendiri. Sehingga ia tidak bernggapan tidak memerlukan ibunya lagi dan ia berbuat semaunya sendiri, mulai jadi tegar dan keras kepala.
Penemuan AKU-nya, periode ini disebut sebagai masa menentang atau Trotzalter pertama. Disebut juga fase negatif, fase beraja-raja (kemeraja-raja) atau Verneinung. Fase ini berlangsung kira-kira 2-10 bulan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada anak timbul dorongan yang sangat kuat, yaitu PENGAKUAN DIRINYA. Dampak pengakuan diri anak sering agresif, emosi meluap-liap, terutama keinginanya tidak dituruti. Masa menentang ini disebut pula sebagai masa transisi yaitu: Masa peralihan dari satu masa pertumbuhan melompat pada masa perkembangan lainya. Pada umumnya ditandai oleh ledakan tingkah laku yang kuat dan revolusioner sifatnya.
Anak yang akal budinya masih primitif belum mengenal dunia sekeliling dengan baik, membesar-mbesarkan kehidupan fantasinya setiap peristiwa maka anak menjadi takut, bingung dan gelisah. Kemudian anak itu akan menjadi mandiri dengan rasa cemas, takut,rendah diri, ragu-ragu dan kebingungan. Pada suatu saat ia tidak memerlukan bantuan ibunya.Tapi pada saat yang sama dia keras sekali berteriak-teriak minta pertolongan ibu untuk mengatasi kesulitan ketidakberdayaannya. Masa menentang ini disebut masa Periode-rebelli (Rebellion-pemberontakan) atau periode pra-oedipul
Dengan munculnya tingkah laku keras kepala dan semau gue adalah rangsangan oleh keinginan menurut hak-haknya dan menurut pengakuan terhadap egonya. Ada usaha eman untuk melepas kekangan bagi dirinya, atau pribadi ibunya dianggap sebagai terlalu “berkuasa”. Masa menentang ini disebut sebagai masa kritis/ genting karena mengundang bahya berupa:
1.      Salah tingkah dari orang tua yang kurang bijaksana serta tidak sabaran.
2.      Salah bentuk dari kebiasaan-kebiasaan anak yang buruk, (misal menjadi terlalu manja, bengal yang berkepanjangan dan lain-lain)
Penting untuk diyakini bahwa periode menentang ini tidak ada sangkut-pautnya dengan pembawaan buruk anak. Karena merupakan satu peristiwa fase perkembangan yang wajar pada pemekaran individu anak yang norma atau keharusan dalam perkembangan yang normal Emosi-emosi, bertentangan, konflik batin antara rasa ketakutan lemah dan rasa kuat besar akan sirna dengan sendirinya. Oleh karena itu masa kritis ini disebut masa pancaroba, yang menimbulkan kerepotan di pihak ibu dan memerlukan kebijaksanaanya.
G.    Seksualitas Awal Pada Anak
Menurut Sigmund Freud fase pertama dari perkembangan anak-anak sebagai masa pragnetial,usia 0-2 tahun,yang di bagi atas masa-oral dan masa-anal, Kedua masa ini bersifat sama. Karena pada masa ini anak belum menyadari benar akan arti dan perbedaan alat kelamin .
Fase kedua merupakan titik puncak dari diferensiasi seksual / kesadaran akan perbedaan seksual terjadi pada usia 3,5 tahun, pada fase ini anak laki-laki dan perempuan sangat meminati pada organ tubuh masing-masing.

H.    Arti Bermain Bagi Anak
Pada usia ini anak lebih senang bermain. Kegiatan anak kecil itu lebih tepat jika disebutkan sebagai usaha mencoba-coba dan melatih diri. Karena hakekatnya kegiatan ini disertai intensitas kesadaran, minat penuh dan usaha yang keras. Walaupun permainan itu tampaknya tidak bertujuan  namun bisa memegang peranan penting dalam latihan pendahuluan.
Melalui permainan, Anak mendapatkan macam-macam pengalaman yang menyenangkan, sambil menggiatkan usaha-belajar dan melaksanakan tugas-tugas-perkembangan,
Ada beberapa teori yang menjelaskan arti serta arrti nilai permainan. Yaitu :
1.      Teori rekreasi dikembangkan oeh Schaller dan Lazarus, mereka menyatakan permainan itu sebagai kesubukan rekreatif, sebagai lawan dari kerja dan keseriusan hidup
2.      Teori pemunggahan (Ontladingsheorie)
Menurut sarjana inggris Herbert Spencer, permainan itu disebabkan oleh mengalir – energi, teori ini disebut pula sebagai teori “Kelebihan Tenaga”
3.      Teori atavistis
Menurut sarjana Amerika Stanley Hall dengan pandangannya menyatakan bahwa selama perkembangannya, anak akan mengalami semua fase kemanusiaan. Permainan itu merupakan penampilan dari semua faktor hereditas (waris, sifat keturunan).
4.      Teori biologis
-     Menurut Karl Groos sarjana jerman, permanan itu mempunyi tugas biologis yaitu melatih macam-macam fungsi jasmani dan rohani. Disaat bermain anak itu melakukan penyesuaian hidup terhadap lingkungan hidupnya
-     Menurut William Stern, permainan ini sama pentingnya dengan taktik dan manauver-manauver dalam peperangan sebagai orang dewasa.
-     Jadi permainan merupakan proses pra latihan dan pra usaha untuk melakukan tugas-tugas hidup yang sebenarnya
5.      Teori pisikologi dalam
Menurut teori ini permainan merupakan penampilan dorongan-dorongan yang tidak di sadari pada anak-anak orang dewasa.
-     Ada dua dorongan yang paling penting pada diri manusia :
Menurut Adler adalah dorongan berkuasa dan menurut Freud, ialah dorongan seksual atau libido seksualis
-     Adler berpendapat bahwa permainan memberikan pemuasan atau kompensasi terhadap perasaan-perasaan lebih yang fiktif sedangkan menurut Freud perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan seksual infantil yang di desakkan kedalam ketidak sadaran atau didorong didalam bawah sadar untuk menemukan pemuasaan simbolis dalam bentuk macam-macam permainan
6.      Teori Fenomenologis
Profesor Kohnstamm, menyatakan bawha permainan merupakan suatu fenomena atau gejala yang nyata mengandung unsur suasana permainan. Dalam suasana permainan itu terdapat beberapa faktor:
a.       Kebebasan
b.      Harapan
c.       Kegembiraan
d.      Unsur ikhtiar
e.       Siaat untuk mengatasi hambatan serta perlawanan
Menurut teori Fenomenologis permainan mempunyai arti dan nilai bagi anak sebai berikut:
1.      Permaian merupakan sarana penting untuk mensosialisasikan anak, yaitu sarana untuk mengintrodusir anak jadi anggota suatu masyarakat, agar anak bisa mengenal dan menghargai masyarakat manusia.
2.      Dengan permaian anak bisa mengetes dan mengukur kemampuan serta potensi diri.
3.      Dalam situasi bermain anak bisa menampilkan fantasi, bakat-bakat, dan kecenderungannya.
4.      Di tengah permainan itu setiap anak menghati macam-macam emosi. Anak bermain hanya untuk kesenangan tidak mengharap prestasi
5.      Permaian itu menjadi alat pendidikan, karena permaiana bisa memberikan  rasa kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan kepada diri anak
6.      Permaian memeberikan kesempatan pra-latihan untuk mengenal aturan-aturan permaian, mematuhi norma-norma dan larangan dan bertindak secara jujur serta loyal.
7.      Dalam bermaian anak belajar mengunakan semua fungsi kejiwaan dan fungsi  jasmaniah.
Bentuk permaian bisa kita bagikan menjadi 3 kelompok yaitu :
1.      Permaian gerakan
2.      Memberi bentuk
3.      Ilusi
Banyak sarjana berpendapat bahwa pada hakekatnya kegiatan belajar pada anak adalah bermain. Frobel berpendapat bahwa permainan bisa memberikan pada anak kesempatan untuk melaksakan fantasinya. Sedangkan menurut Maria Mantessori  bahwa pemainan paling mengutamakan kegiatan melatih panca indra dan semua fungsi-fungsi maksudnya Mantessori lebih menekankan kegiatan melatih fungsi-fungsi untuk persiapan kerja di masa yang akan datang.

Langkah-langkah utama yang bisa diambil setiap pendidik dan orang tua dalam aktifitas bermain ialah :
1.      Jangan mengganggu anak-anak yang tengah bermain.
2.      Yang penting ialah bukan jenis alat permainan akan tetapi berikan kesempatan bermain pada anak itu.
3.      Memberikan ruang bermain yang cukup luas
4.      Dengan memberikan kesempatan bermain yang kreatif, secara tidak langsung kita bisa mencegah untuk merusak dan berbuat kriminil
5.      Berikan permainan pada anak yang ideal
6.      Seiring dengan bertambahnya usia anak diberikan permainan yang menyenangkan dan di tambahkan pula dimensi kerja atau kesibukan yang bermanfaat.

I.       Arti Bahasa Bagi Anak
Bahasa merupakan gejala tipis yang kita jumpai dikalangan masyarakat manusia, juga di tengah kumpulan binatang. Dalam dunia binatang, bahasa itu tidak hanya dinyatakan dengan bunyi-bunyian saja, akan tetapi ada kalanya ditampilkan dengan bahasa-bau seperti pada lebah, dan bahasa ketukan/sentuhan pada jenis semut. Jika bunyi-bunyi itu mempunyai artikulasi tertentu, yaitu diucapkan dengan jelas dan mengandung intensi/maksud tertentu. Bunyi-bunyi ini disebut sebagai bahasa. Bahasa menjadi :
1.      Alat untuk mengungkapkan fikiran dan maksud tertentu;
2.      Untuk alat berkomunikasi dengan orang lain,
3.      Dan dipakai untuk membuka lapangan rokhaniah yang lebih tinggi tarafnya.
4.      Bahasa juga dipakai untuk mengembangkan fungsi-fungsi tanggapan, perasaan, fantasi, intelek dan kemampuan.
Bahasa merupakan tanda atau simbol-simbol dari benda-benda, serta menunjuk pada maksud-maksud tertentu. Dan bahasa selalu menampilkan arti-arti tertentu. Oleh karena itu bahasa sangat besar artinya bagi anak sebagai alat bantu mengembangkan fungsi-fungsi rohaniahnya. Namun unsur-unsur bahasa yang mempunyai nilai budaya inilah yang membedakan dirinya dengan anak binatang.
Menurut Karl Buhler, di dalam penggunaan bahasa itu terdapat 3 dorongan utama, yaitu: Kundgabe, Auslosung, Darstellung.
1.      Kundgabe ( Pengumuman, Maklumat, Pemberitahuan) : ada dorongan yang merangsang anak untuk memberi tahukan isi kehidupan batiniyahnya, yaitu fikiran, harapan, perasaan dan lain-lain kepada orang lain.
2.      Auslosung ( Pelepasan) : ada dorongan yang kuat pada anak untuk melepasakan kata-kata dan kalimat-kalimat, sebagai hasil peniruan
3.      Darstellung  (Pengungkapan, Penyampain, Pemaparan) : anak ingin mengungkapkan  kelauar segala sesuatu yang menarik hati dan memikat perhatian.
Clara dan William Stern membagi perkembangan bahasa anak yang normal dalam 4 periode perkembangan yaitu:
1.      Prastadium. Pada tahun pertama anak hanya bisa meraba kemudian menirukan bunyi-bunyi. Mula-mula menguasai huruf hidup , kemudian huruf mati. Seperti ma-ma, pa-pa, bi-bi dan lain-lain
2.      Masa pertama antara usia 12-18 bulan: stadium kalimat-satu-kata. Yaitu untuk mengungkapkan satu perasaan atau keinginan. Contoh : “mama”, dudukkanlah saia dikursi itu!.
3.      Masa kedua: antara usia 18-24 bulan. Mengalami stadium-nama. Pada saat ini timbul kesadaran bahwa setiap benda mempunyai nama, dan ingin memahami artinya. Anak mengalami peristiwa “lapar-kata”; yaitu mau menghafal terus-menerus  kata-kata baru. Dan anak selalu merasa “haus-tanya”.
4.      Masa ketiga: antara usia 24-30 bulan, mengalami stadium flexi. ( flexi, flexico = menafsirkan, mengikrabkan kata-kata).
5.      Masa keempat. Mulai usia 30 bulan keatas, stadium anak kalimat. Anak mulai merangkaikan pokok kaliamat yang menjadi pokok pemikirananak dengan penjelasannya. Pertanyaan anak kini sudah menyangkut perhubungan waktu (kapan,bila), dan kaitan sebab
Oleh pemahan yang masih sangat sederhana dan penguasaan bahasa yang ma sih “miskin”, sering kali cerita-cerita anak itu berupa keibuan, yang kita kenal sebagai pseudo-dusta atau kebohongan semu. Pada  periode belajar bahasa tersebut sering kali anak mengalami periode-gagap. Disebabkan oleh karena anak terburu-buru sekali dalam menyatakan perasaan dan fikirannya.
Gagap ini apabila tidak mengalami pengaruh-pengaruh yang buruk (misalnya sering diolok-olok, ditertawai, dihina  dan lain-lain), akan hilang dengan sendirinya. Sebaliknya, apabila anak mengalami pengaruh yang buruk dalam jangka waktu yang cukup lama, anak akan mengalami banyak kesulitan emosional yang serius, berupa: kecemasan, konflik batin dan lain-lain. Bisa mengalami trauma psikis dan menjadi gagap. Contoh: anak-anak kidal, apabila ia dipaksakan untuk mengunakan tangan kanannya.

















BAB III
KESIMPULAN

Psikologi merupakan pendidikan umum yang berfungsi untuk menjawab permasalah-permasalah yang ada pada diri seseorang. Pendidikan psikologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan ilmu, karena psikolog memberikan landasan yang sangat mendasar. Ilmu pendidikan psikologi merupakan sebuah ilmu atau seperangkat pengetahuan yang tersusun untuk menjelaskan, mengembangkan dan mengontrol berbagai gejala atau peristiwa, baik yang bersumber dari perkembangan atau penelitian semua orang atau semua anak manusia.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi dapat memberikan ladasan bagi pengembangan ilmu karakter penjiwaan seseorang atau manusia.
















DAFTAR PUSTAKA

Kartono Kartini. Patologi Sosial 3, Masa Kanak-Kanak 1-5 Tahun, Jakarta, Rajawali Press, 1986.

Bernhardt, K.S. 1964. Discipline and Child Guidance. New York: McGraw-Hill Book Company.

Brigham, J.C. 1991. Social Psychology. New York: Harpercollins Publisher.

Calhoun, J.F. Acocella, J.R. 1990. Psychology of Adjustment and Human Relationship. New York: McGraw-Hill, Inc.